Usai Salat Ied, ada momen bernyanyi dan menari bersama.
Setiap negara memiliki tradisi berlebaran dengan ciri khasnya masing-masing. Begitu pula dengan Negeri China yang memiliki perpaduan unik pada perayaan Idul Fitri.
Tradisi umat Muslim di China, kata Sias Mawarni, pemerhati sejarah China Muslim di Indonesia, tidak terlepas dari akar budaya nenek moyangnya.
"Mereka memiliki akar budaya yang kuat. Tak heran bila di sana terjadi akulturasi antara budaya China dan Islam, sehingga muncul warna tersendiri pada tradisi Islam di negara tersebut," jelasnya kepada Beritasatu.com.
Akulturasi ini, lanjut dia, terlihat sekali pada tiga perayaan besar terpenting bagi umat Islam di China -- perayaan Idul Fitri, Idul Adha dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Saat merayakan Idul Fitri misalnya, umat muslim China melakukan salat bersama di sebuah masjid atau area yang luas, setelah itu bersilaturahmi dengan jamaah lainnya, tetangga, keluarga dan saudara.
"Setelah itu, mereka menggelar makan bersama di rumah. Selebihnya waktu banyak dimanfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara sembari bernyanyi dan menari bersama," imbuh Sias yang juga berprofesi sebagai pengajar bahasa Mandarin ini.
Selain itu, mereka juga mengadakan upacara khusus untuk mengenang penduduk Muslim pada masa Dinasti Qing.
Tradisi perayaan Lebaran di daerah Xinjiang, juga mempunyai keunikan tersendiri. Misalnya, para lelaki mengenakan jas dan kopiah putih, sementara kaum perempuan mengenakan baju muslim khas China dengan kerudung setengah tertutup.
Salat Ied mereka lakukan juga di sebuah lapangan besar. Usai salat, mereka mendatangi bazaar yang biasanya juga digelar di tempat yang sama. Selain itu ada juga event bernyanyi dan berdansa bersama di lokasi tersebut.
Sajian Istimewa, Lontong Cap Gomeh
Akulturasi tersebut, kata Sias, tak hanya terjadi di Negeri Tirai Bambu, tapi juga pada China Muslim di Indonesia.
Saat perayaan Idul Fitri misalnya, sebagian China Muslim selain menghidangkan masakan khas lebaran masyarakat Indonesia, juga menyelipkan sajian khas China. Seperti, Lontong Cap Gomeh dan Ayam Panggang Sam Qiok. Untuk minumannya, lanjut dia, keluarganya biasanya menyajikan bir pletok dan sekoteng -- dua minuman tradisional khas China-Betawi.
"Ayam Panggang Sam Qiok mirip opor ayam, hanya saja santannya berwarna kecokelatan karena diberi kecap manis. Ini menu favorit keluarga saya, resepnya dari almarhum mertua saya, Kapten Mayor Khouw Kim An, salah satu petinggi di zaman kolonial Belanda," jelas Sias yang juga pemilik Es Krim Ragusa ini.
Hidangan serupa disajikan pula oleh keluarga Surya Madya Lie Sin Tiong, seorang China muslim yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal di Yayasan H Karim Oei ini.
Sama seperti Sias, keluarga Surya juga menyajikan Lontong Cap Gomeh yang menjadi menu favorit keluarganya. Sementara hidangan lainnya sama seperti masyarakat muslim lainnya, ada opor ayam, kentang goreng, ketupat dan sayurnya, serta kue-kue khas lebaran.
"Untuk tradisi lainnya sama saja. Usai Salat Ied, kami bersilaturahmi dengan tetangga, keluarga dan saudara. Bagi-bagi uang untuk anak-anak pun ada. Jadi, tradisi lebaran kami juga membaur dengan tradisi muslim lokal," tutupnya kepada Beritasatu.com.
Setiap negara memiliki tradisi berlebaran dengan ciri khasnya masing-masing. Begitu pula dengan Negeri China yang memiliki perpaduan unik pada perayaan Idul Fitri.
Tradisi umat Muslim di China, kata Sias Mawarni, pemerhati sejarah China Muslim di Indonesia, tidak terlepas dari akar budaya nenek moyangnya.
"Mereka memiliki akar budaya yang kuat. Tak heran bila di sana terjadi akulturasi antara budaya China dan Islam, sehingga muncul warna tersendiri pada tradisi Islam di negara tersebut," jelasnya kepada Beritasatu.com.
Akulturasi ini, lanjut dia, terlihat sekali pada tiga perayaan besar terpenting bagi umat Islam di China -- perayaan Idul Fitri, Idul Adha dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Saat merayakan Idul Fitri misalnya, umat muslim China melakukan salat bersama di sebuah masjid atau area yang luas, setelah itu bersilaturahmi dengan jamaah lainnya, tetangga, keluarga dan saudara.
"Setelah itu, mereka menggelar makan bersama di rumah. Selebihnya waktu banyak dimanfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara sembari bernyanyi dan menari bersama," imbuh Sias yang juga berprofesi sebagai pengajar bahasa Mandarin ini.
Selain itu, mereka juga mengadakan upacara khusus untuk mengenang penduduk Muslim pada masa Dinasti Qing.
Tradisi perayaan Lebaran di daerah Xinjiang, juga mempunyai keunikan tersendiri. Misalnya, para lelaki mengenakan jas dan kopiah putih, sementara kaum perempuan mengenakan baju muslim khas China dengan kerudung setengah tertutup.
Salat Ied mereka lakukan juga di sebuah lapangan besar. Usai salat, mereka mendatangi bazaar yang biasanya juga digelar di tempat yang sama. Selain itu ada juga event bernyanyi dan berdansa bersama di lokasi tersebut.
Sajian Istimewa, Lontong Cap Gomeh
Akulturasi tersebut, kata Sias, tak hanya terjadi di Negeri Tirai Bambu, tapi juga pada China Muslim di Indonesia.
Saat perayaan Idul Fitri misalnya, sebagian China Muslim selain menghidangkan masakan khas lebaran masyarakat Indonesia, juga menyelipkan sajian khas China. Seperti, Lontong Cap Gomeh dan Ayam Panggang Sam Qiok. Untuk minumannya, lanjut dia, keluarganya biasanya menyajikan bir pletok dan sekoteng -- dua minuman tradisional khas China-Betawi.
"Ayam Panggang Sam Qiok mirip opor ayam, hanya saja santannya berwarna kecokelatan karena diberi kecap manis. Ini menu favorit keluarga saya, resepnya dari almarhum mertua saya, Kapten Mayor Khouw Kim An, salah satu petinggi di zaman kolonial Belanda," jelas Sias yang juga pemilik Es Krim Ragusa ini.
Hidangan serupa disajikan pula oleh keluarga Surya Madya Lie Sin Tiong, seorang China muslim yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal di Yayasan H Karim Oei ini.
Sama seperti Sias, keluarga Surya juga menyajikan Lontong Cap Gomeh yang menjadi menu favorit keluarganya. Sementara hidangan lainnya sama seperti masyarakat muslim lainnya, ada opor ayam, kentang goreng, ketupat dan sayurnya, serta kue-kue khas lebaran.
"Untuk tradisi lainnya sama saja. Usai Salat Ied, kami bersilaturahmi dengan tetangga, keluarga dan saudara. Bagi-bagi uang untuk anak-anak pun ada. Jadi, tradisi lebaran kami juga membaur dengan tradisi muslim lokal," tutupnya kepada Beritasatu.com.
http://www.beritasatu.com/budaya/64306-tradisi-lebaran-ala-china-muslim.html
0 komentar:
Posting Komentar